Data
Putus Sekolah
di
SMK SEPULUH NOVEMBER SIDOARJO
Tahun
2013- 2015
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar
dan Profesi Kependidikan
Dosen
Pengampuh Mata Kuliah :
Yani
Paryono, M.Pd
Disusun
Oleh:
1. Nur
Ismayanti 1431061
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyusun makalah yang berjudul “Data Putus Sekolah SMK 10
November” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar dan profesi
kependidikan.
Kami mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai putus
sekolah di tingkat smk. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas
ini terdapat kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa sarana yang membangun. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.
Sidoarjo, 29 Mei
2015
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan suatu
proses yang berkelanjutan dan terjadi secara terus-menerus. Belajar sangat
penting, namun dalam kenyataannya sering muncul permasalahan atau hambatan
dalam belajar. Hambatan tersebut dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari
luar. Dengan adanya hambatan tersebut akan mempersulit anak untuk mancapai
hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu, harus ada solusi untuk mengatasi
hambatan yang muncul dalam belajar pada anak. Lebih dari 12 juta anak di
Indonesia putus sekolah. Menjadi bangsa yang maju merupakan cita-cita yang
dicapai oleh setiap negara di dunia. Begitu pula dengan Indonesia. Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mendukung kemajuan bangsa. Proses
pencetakgenerasi penerus bangsa dimasa depan. Namun 12 juta anak di Indonesia
putus sekolah. Kemiskinan merupakan penyebab utama. Sebagian orang tua
menganggap, sekolah hanya menambah pengeluaran. Orang tua enggan mendorong
anaknya sekolah. Kalau sudah begini mau dibawa kemana masa depan para penerus
bangsa ?? Lihatlah sekeliling kita, mari berantas kemiskinan dan peduli akan
pendidikan. Masa depan generasi muda ada ditangan kita.
1.2
Hal yang menarik
Hal yang menarik dari
topik ini yaitu inilah tugas kita semua sebagai anak muda untuk memberantas
kemiskinan dan peduli akan pendidikan. Masa depan bangsa Indonesia berada di
tangan generasi muda yang kreatif dan inovatif. Jika generasi mudanya buta akan
pendidikan darimana bangsa Indonesia akan maju.
1.3
Apa yang akan dibahas
Yang akan dibahas dalam pembuatan makalah
ini yaitu :
1. Pengertian anak putus sekolah
2. Sample data statistik anak putus sekolah tingkat SMK
3. Penyebab anak putus sekolah
4. Akibat anak putus sekolah
5. Solusi untuk anak putus sekolah
1.4
Rumusan masalah
1. Apa pengertian anak putus sekolah ?
2. Sample data statistik anak putus sekolah tingkat SMK
3. Apa penyebab anak putus sekolah ?
4. Apa akibat seorang anak tersebut putus sekolah ?
5. Bagaimana solusi untuk anak putus sekolah ?
1.5
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengetahui apa penyebab anak putus sekolah dan bagaimana langkah kita
selanjutnya untuk mengatasi persoalan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertiananak putus sekolah
Anak
putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap
dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap
proses tumbuh kembang anaka tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak. Undang-undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar
diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu
memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar. Menurut undang-undang
nomor 23 tahun 2002 bahwa anak terlantar yakni anak yang kebutuhannya tidka
terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual maupun sosial.
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan
Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak
dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang
tidak tamat menyelesaikan program belajarnya.
2.2 Hak anak akan pendidikan
Pendidikan
merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama
paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah.
Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga
masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan.
Hak kewajiban anak tertuuang dalam UU perlindungan anak :
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembangm dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan diskriminasi
(4). Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan (5). Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,
berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan usianya dalam
bimbingan orang tua (6). Setiap anak berhak mengetahui orang tuanya sendiri (7
ayat 1). Setiap anak berhak memperoleh
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,
mental, spiritual, dan sosial (8). Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan.
Pendidikan itu tanggung jawab semua
masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga
negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika
ada angggota masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang,
maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral
untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah
pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia. Pendidikan itu
dimulai keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang tua
untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah
lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan
sejak masih dalam kandungan. Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan
dan mampu membentuk karakter anak yang sholeh dan kreatif adalah modal penting
bagi kesuksesan anak di masa-masa selanjutnya.
2.3 Sample data statistik SMK Sepuluh November Sidoarjo
Tahun Akademik
|
Kelas X
|
Kelas XI
|
Kelas XII
|
2014-2015
|
8
|
18
|
31
|
2013-2014
|
11
|
35
|
30
|
2012-2013
|
0
|
21
|
26
|
2.4 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
Erat kaitannya penyebab
anak putus sekolah dengan faktor penghambat belajar. Secara umum faktor-faktor
yang mempengaruhi proses belajar anak dibedakan menjadi 2 : faktor internal dan
faktor eksternal. Kedua faktor tersebutlah yang mempengaruhi proses belajar
anak. Berikut akan diuraikan tentang kedua faktor Penghambat belajar.
2.4.1 Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan biologis serta faktor psikologis.
1. Faktor fisiologis dan biologis
Masa peka merupakan masa mulai berfungsinya factor fisiologis pada tubuh manusia. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Keadaan jasmani
Keadaan jasmani sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar. Sedangkan kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
a. Keadaan fungsi jasmani atau fisiologis
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada anak sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar.
Anak yang memiliki kecacatan fisik (panca indera atau fisik) tidak akan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Meskipun juga ada anak yang memiliki kecacatan fisik namun nilai akademiknya memuaskan. Kecacatan yang diderita anak akan mempengaruhi psikologisnya, diantaranya
– sulit bergaul karena memiliki perasaan malu dan minder akan kekurangannya,
– ada perasaan takut diejek teman,
– merasa tidak sempurna dibandingkan dengan teman-teman lain.
Perasaan yang menghantui anak dapat membuat prestasinya menurun. Namun ada juga anak yang menjadikan kekurangannya sebagai motivasi untuk maju. Cacat fisik membuat anak tidak dapat malakukan aktivitas belajar di sekolah dengan baik, sehingga perlu disediakan sekolah yang bisa menampungnya sesuai dengan cacat yang disandang. Misalnya bagi penyandang tuna netra bersekolah di SLBA, tuna rungu bersekolah di SLBB, dan sebagainya.
a. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari keadaan psikologis anak yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis utama yang mempengaruhi proses belajar anak adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
– Kecerdasan/ intelegensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan dengan organ lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi dari seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar anak, karena menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu untuk meraih sukses dalam belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain seperti orang tua, guru,dan sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ menjadi bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut (Fudyartanto 2002):
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan biologis serta faktor psikologis.
1. Faktor fisiologis dan biologis
Masa peka merupakan masa mulai berfungsinya factor fisiologis pada tubuh manusia. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Keadaan jasmani
Keadaan jasmani sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar. Sedangkan kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
a. Keadaan fungsi jasmani atau fisiologis
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada anak sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar.
Anak yang memiliki kecacatan fisik (panca indera atau fisik) tidak akan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Meskipun juga ada anak yang memiliki kecacatan fisik namun nilai akademiknya memuaskan. Kecacatan yang diderita anak akan mempengaruhi psikologisnya, diantaranya
– sulit bergaul karena memiliki perasaan malu dan minder akan kekurangannya,
– ada perasaan takut diejek teman,
– merasa tidak sempurna dibandingkan dengan teman-teman lain.
Perasaan yang menghantui anak dapat membuat prestasinya menurun. Namun ada juga anak yang menjadikan kekurangannya sebagai motivasi untuk maju. Cacat fisik membuat anak tidak dapat malakukan aktivitas belajar di sekolah dengan baik, sehingga perlu disediakan sekolah yang bisa menampungnya sesuai dengan cacat yang disandang. Misalnya bagi penyandang tuna netra bersekolah di SLBA, tuna rungu bersekolah di SLBB, dan sebagainya.
a. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari keadaan psikologis anak yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis utama yang mempengaruhi proses belajar anak adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
– Kecerdasan/ intelegensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan dengan organ lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi dari seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar anak, karena menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu untuk meraih sukses dalam belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain seperti orang tua, guru,dan sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ menjadi bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut (Fudyartanto 2002):
Tingkat Kecerdasan (IQ)
|
Klasifikasi
|
140-169
|
amat superior
|
120-139
|
superior
|
110-119
|
rata-rata tingi
|
90-109
|
rata-rata
|
80-89
|
rata-rata rendah
|
70-79
|
batas lemah mental
|
20-69
|
lemah mental
|
Pemahaman tentang
tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh orang tua dan guru atau pihak-pihak
yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga
dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana. Informasi
tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasi yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan perilaku seseorang.
Keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri anak yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai motivasi belajar. Dari sumbernya motivasi dibedakan menjadi: motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua factor yang berasal dari dalam individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain:
1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan kegiatan untuk maju.
3. Adanya keinginan untuk mancapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting. Misalnya: orang tua, saudara, guru, teman, dan sebagainya.
4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
Motivasi ekstrinsik adalah anak memulai dan meneruskan kegiatan belajar berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaian dengan kegiatan belajar itu sendiri. Yang tergolong bentuk motivasi belajar ekstrinsik antara lain:
1. Balajar demi memenuhi kewajiban.
2. Menghindari hukuman.
3. Memperoleh hadiah material yang telah dijanjikan oleh orang tua.
4. Meningkatkan gengsi dari orang lain.
5. Memperoleh pujian dari orang lain.
6. Tuntutan jabatan yang diinginkan.
Bentuk motivasi belajar intrinsik dapat ditingkatkan menjadi motivasi berprestasi, yaitu daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin, demi penghargaan kepada diri sendiri. Jadi hasrat berprestasi tinggi bukan menurut ukuran dan pandangan sendiri.
– Minat
Secara sederhana minat merupakan kecenderungan kegairahan yang tinggi atau besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi karena disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keinginan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan disampaikan dengan cara.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasi yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan perilaku seseorang.
Keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri anak yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai motivasi belajar. Dari sumbernya motivasi dibedakan menjadi: motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua factor yang berasal dari dalam individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain:
1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan kegiatan untuk maju.
3. Adanya keinginan untuk mancapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting. Misalnya: orang tua, saudara, guru, teman, dan sebagainya.
4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
Motivasi ekstrinsik adalah anak memulai dan meneruskan kegiatan belajar berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaian dengan kegiatan belajar itu sendiri. Yang tergolong bentuk motivasi belajar ekstrinsik antara lain:
1. Balajar demi memenuhi kewajiban.
2. Menghindari hukuman.
3. Memperoleh hadiah material yang telah dijanjikan oleh orang tua.
4. Meningkatkan gengsi dari orang lain.
5. Memperoleh pujian dari orang lain.
6. Tuntutan jabatan yang diinginkan.
Bentuk motivasi belajar intrinsik dapat ditingkatkan menjadi motivasi berprestasi, yaitu daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin, demi penghargaan kepada diri sendiri. Jadi hasrat berprestasi tinggi bukan menurut ukuran dan pandangan sendiri.
– Minat
Secara sederhana minat merupakan kecenderungan kegairahan yang tinggi atau besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi karena disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keinginan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan disampaikan dengan cara.
Membuat menarik materi
Materi bisa dibuat menarik melalui bentuk buku materi, desain pembelajaran, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, dan guru juga harus memperhatikan performansi saat mengajar.
Materi bisa dibuat menarik melalui bentuk buku materi, desain pembelajaran, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, dan guru juga harus memperhatikan performansi saat mengajar.
Pemilihan jurusan atau
bidang sekolah
Pemilihan sebaiknya diserahkan pada siswa, sesuai dengan minatnya.
– Sikap
Dalam proses belajar sikap dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Shay,2003).
Sikap siswa dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya, berusaha mengembang kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajarinya bermanfaat bagi siswa.
Pemilihan sebaiknya diserahkan pada siswa, sesuai dengan minatnya.
– Sikap
Dalam proses belajar sikap dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Shay,2003).
Sikap siswa dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya, berusaha mengembang kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajarinya bermanfaat bagi siswa.
–
Bakat
Faktor psikologis lain
yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum bakat didefisikan sebagai
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada
masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaian dengan belajar, Slavin(1994)
mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seseorang siswa untuk
belajar. Dengan demikian bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu
komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat
seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan
mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakuakan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Selain itu yang menjadi faktor psikologis lainnya adalah disiplin. Disiplin diri adalah kemampuan diri yang kuat untuk mempertahankan diri dari bermacam-macam gangguan dalam belajar. Misal, seorang anak akan tetap belajar walaupun ada acara televisi yang menarik.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakuakan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Selain itu yang menjadi faktor psikologis lainnya adalah disiplin. Disiplin diri adalah kemampuan diri yang kuat untuk mempertahankan diri dari bermacam-macam gangguan dalam belajar. Misal, seorang anak akan tetap belajar walaupun ada acara televisi yang menarik.
2.4.2
Faktor Eksternal
Selain faktor internal,
faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar anak. Faktor eksternal
yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi faktor lingkungan sosial
dan non-sosial (Syah, 2003):
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial anak dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar. Lingkungan sosial dibagi manjadi tiga, yaitu:
- Lingkungan sosial sekolah
Pendidikan di sekolah bukan sekedar bertujuan untuk melatih siswa supaya “siap pakai” untuk kerja atau mampu meneruskan ke jenjang pendidikan berikutnya atau mencapai angka rapor, melainkan untuk membentuk peserta didik manjadi manusia sejati. Proses pembentukan manusia sejati sudah mulai sejak anak hidup dalam keluarga, kemudian dilanjutkan di sekolah, di masyarakat, di dunia kerja dan di lingkungan sekitar.
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial anak dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar. Lingkungan sosial dibagi manjadi tiga, yaitu:
- Lingkungan sosial sekolah
Pendidikan di sekolah bukan sekedar bertujuan untuk melatih siswa supaya “siap pakai” untuk kerja atau mampu meneruskan ke jenjang pendidikan berikutnya atau mencapai angka rapor, melainkan untuk membentuk peserta didik manjadi manusia sejati. Proses pembentukan manusia sejati sudah mulai sejak anak hidup dalam keluarga, kemudian dilanjutkan di sekolah, di masyarakat, di dunia kerja dan di lingkungan sekitar.
Di sekolah, untuk
membentuk manusia sejati ada salah satu harapan dari pendidik yaitu Self
Regulated Learner (SRL). SLR adalah murid-murid yang memiliki kemampuan belajar
tinggi dan disiplin sehingga mereka membuat belajar itu lebih mudah dan
menyenangkan. Namun harapan itu tidak akan terwujud jika lingkungan sekolah
seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas tidak mendukung.
Faktor-faktor yang dapat menghambat anak belajar di sekolah adalah:
· Metode mengajar
Dalam mengajar guru memerlukan metode yang cocok. Metode ini dimaksudkan agar materi yang disampaikan oleh guru terasa menarik dan siswa mudah menyerapnya.
· Kurikulum
Kurikulum yang kurang tepat dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan kesukaran belajar. Kurikulum sangat penting dan selalu ada dalam sebuah instansi pendidikan. Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan psikologi anak
· Penerapan disiplin
Disiplin dalam sebuah sekolah sangat diperlukan untuk meengontrol kegiatan siswa di sekolah. Namun kedisiplinan yang terlalu ketat akan membuat siswa merasa terkekang dan merasa ruang geraknya dibatasi.
· Hubungan siswa dengan guru maupun teman
Suasana sebuah kelas didukung oleh peran guru dan anggota kelas. Jika suasana kelas tidak mendukung, maka dapat menghambat proses belajar anak. Hubungan siswa dengan guru, siswa dengan teman juga perlu dibangun sedemikian rupa sehingga tercipta suasana ynag baik dan nyaman bagi siswa, sehingga mereka betah menjadi bagian dari kelas.
· Tugas rumah yang terlalu banyak
Guru memberikan tugas untuk siswa merupakan hal yang wajar. Tetapi siswa akan merasa jenuh dengan tugas yang terlalu banyak. Bagi sebagian siswa tugas merupakan beban. Hal seperti inilah yang akan menghambat proses belajar anak.
· Sarana dan prasarana
Keberhasilan belajar anak juga didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana yang memadai juga membantu tercapainya hasil belajar yang maksimal.
2. Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa juga mempengaruhi proses belajar anak. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran, dan banyak teman sebaya di lingkungan yang tidak sekolah dapat menjadi faktor yang menimbulkan kesukaran belajar bagi siswa. Misalnya siswa tidak memiliki teman belajar dan diskusi maka akan merasa kesulitan saat akan meminjam buku atau alat belajar yang lain.
3. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangat mempengaruhi proses belajar anak. Faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan permasalahan belajar anak adalah:
· Pola asuh orang tua
Setiap orang memiliki pola atau cara yang berbeda dalam mendidik anak. Pola asuh yang selalu mengekang anak akan membuat anak sulit dan bahkan tidak dapat mengembangkan kemampuan dan bakat yang dimiliki.
· Hubungan orang tua dan anak
Hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan anak akan membuat anak tidak betah di rumah. Dengan begitu anak tidak akan bisa melaksanakan aktivitas belajarnya dengan baik.
· Keadaan ekonomi keluarga
Meskipun tidak mutlak, perekonomian keluarga dapat menjadi salah satu penghambat anak. Ada kemungkinan anak menjadi minder dan malu bergaul dengan teman karena masalah ekonomi keluarganya. Dengan perasaan minder anak akan mudah tersinggung, kecil hati, dan sebagainya. Akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi hasil belajar anak.
· Keharmonisan keluarga
Keluarga yang tidak harmonis akan memberi dampak negatif pada anak dalam belajar. Pertikaian atau cek-cok ayah dan ibu akan membuat anak merasa terbebani sehingga anak menjadi kurang semangat dalam belajar.
· Kondisi rumah
Kondisi rumah yang kurang memadai akan membuat anak kesukaran dalam belajar. Letak rumah juga berpengaruh pada proses belajar anak. Rumah yang terlalu dekat dengan jalan raya kurang efektif untuk belajar anak.
Teman sebaya
Teman sebaya dapat mempengaruhi proses belajar anak, baik teman sebaya dalam lingkup sekolah maupun tempat tinggal atau masyarakat. Pada usia anak-anak dan remaja, jiwa yang dimiliki masih labil, emosional, pemarah, dan juga rasa egois sangat besar. Biasanya tejadi kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya atau kawan bermain. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan atau bahkan persaingan yang menimbulkan sikap saling mengejek, mendorong, memukul bahkan kekerasan verbal.
Kekerasan sebagai gangguan emosi pada dasarnya tidak hanya menyerang orang lain, tetapi juga menyerang diri sendiri. Persoalan kekerasan dilihat dari lapangan psikologi pendidikan mencoba mengarahkan pada lingkungan sekolahtempat anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya.
Interaksi sosial yang tidak sehat antar teman sebaya di sekolah dipengaruhi faktor lingkungan dari luar yang dibawa ke sekolah oleh peserta didik yang berujung pada tindakan kekerasan. Belajar yang tidak menyenangkan juga membuat anak merasa tertekan dan bertindak nakal. Sebenarnya kekerasan yang terjadi di kalangan siswa dibentuk dari pengalaman-pengalaman lama.
Teman sebaya yang seharusnya bisa untuk memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosisal, prinsip keadilan malalui konflik yang terjadi dengan teman, bisa untuk belajar tentang konsep gender juga dapat berpengaruh negatif bagi anak. Misalnya kebiasaan-kebiasaan buruk yang dimiliki kawan sebayanya akan mudah mempengaruhi diri anak. Kebiasaan buruk yang mudah ditiru biasanya dari ucapan atau tindakan.
b. Lingkungan non-sosial
Faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah
Lingkungan alamiah
Yang dimaksud dengan lingkungan alamiah adalah kondisi yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar tidak terlalu silau, tidak terlalu gelap, dan tenang.
1. Instrumental
Instrumental dapat digolongkan dua macam:
Hardware
Yang termasuk perangkat hard ware adalah gedung sekolah, alat, fasilitas, sarana prasarana belajar, dan sebagainya.
Software
Yang termasuk perangkat software dalam pendidikan adalah kurikulum sekolah, peraturan, buku panduan, silabus, dan sebagainya.
2.5 Akibat Anak Putus Sekolah
Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran , kebut-kebutan di jalan raya , minum – minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri.
2.5.1 Peringkat Pendidikan Indonesia di Dunia dalam hal Anak Putus Sekolah
Menurut Kementerian Pendidiakn Nasional, pencanangan Program Wajib Belajar 9 Tahun telah memacu angka partisipasi kasar wajib belajar hingga 98,11% atau 12,7 juta anak. Sementara realisasi data UNICEF menyebutkan dalam 20 tahun terakhir rasio bersih anak usia sekolah di tanah air mencapai 94%. Meski demikian, di tanah air hingga kini masih sangat banyak anak-anak usia 7-15 tahun atau usia sekolah yang belum sempat mengenyam pendidikan. Hingga tahun 2009 lalu, menurut data yang diolah lembaga demografi Universitas Indonesia, jumlahnya mencapai 435.843 anak. Tingginya anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan angka putus sekolah di tanah air membuat tingkat Indonesia turun dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) dari badan dunia yang mengurusi pendidikan, UNESCO. Tahun 2011 sebanyak 527.850 anak atau 1,7% dari 31,5 juta anak sekolah dasar putus sekolah. Kondisi demikian membuat peringkat Indonesia turun ke posisi 69 dari 127 negara. Tahun lalu peringkat Indonesia ada pada posisi 65. Faktor lain adalah tingginya angka buta huruf nasional yang masih lebih tinggi dari 7% turut mempengaruhi peringkat Indonesia. Data yang diolah Lembaga Demografi UI, menunjukkan di sejumlah daerah, jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah serta angka putus sekolah tercatat masih sangat tinggi.
2.5.2 Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak dalam Penanganan Anak Putus Sekolah
· Metode mengajar
Dalam mengajar guru memerlukan metode yang cocok. Metode ini dimaksudkan agar materi yang disampaikan oleh guru terasa menarik dan siswa mudah menyerapnya.
· Kurikulum
Kurikulum yang kurang tepat dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan kesukaran belajar. Kurikulum sangat penting dan selalu ada dalam sebuah instansi pendidikan. Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan psikologi anak
· Penerapan disiplin
Disiplin dalam sebuah sekolah sangat diperlukan untuk meengontrol kegiatan siswa di sekolah. Namun kedisiplinan yang terlalu ketat akan membuat siswa merasa terkekang dan merasa ruang geraknya dibatasi.
· Hubungan siswa dengan guru maupun teman
Suasana sebuah kelas didukung oleh peran guru dan anggota kelas. Jika suasana kelas tidak mendukung, maka dapat menghambat proses belajar anak. Hubungan siswa dengan guru, siswa dengan teman juga perlu dibangun sedemikian rupa sehingga tercipta suasana ynag baik dan nyaman bagi siswa, sehingga mereka betah menjadi bagian dari kelas.
· Tugas rumah yang terlalu banyak
Guru memberikan tugas untuk siswa merupakan hal yang wajar. Tetapi siswa akan merasa jenuh dengan tugas yang terlalu banyak. Bagi sebagian siswa tugas merupakan beban. Hal seperti inilah yang akan menghambat proses belajar anak.
· Sarana dan prasarana
Keberhasilan belajar anak juga didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana yang memadai juga membantu tercapainya hasil belajar yang maksimal.
2. Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa juga mempengaruhi proses belajar anak. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran, dan banyak teman sebaya di lingkungan yang tidak sekolah dapat menjadi faktor yang menimbulkan kesukaran belajar bagi siswa. Misalnya siswa tidak memiliki teman belajar dan diskusi maka akan merasa kesulitan saat akan meminjam buku atau alat belajar yang lain.
3. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangat mempengaruhi proses belajar anak. Faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan permasalahan belajar anak adalah:
· Pola asuh orang tua
Setiap orang memiliki pola atau cara yang berbeda dalam mendidik anak. Pola asuh yang selalu mengekang anak akan membuat anak sulit dan bahkan tidak dapat mengembangkan kemampuan dan bakat yang dimiliki.
· Hubungan orang tua dan anak
Hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan anak akan membuat anak tidak betah di rumah. Dengan begitu anak tidak akan bisa melaksanakan aktivitas belajarnya dengan baik.
· Keadaan ekonomi keluarga
Meskipun tidak mutlak, perekonomian keluarga dapat menjadi salah satu penghambat anak. Ada kemungkinan anak menjadi minder dan malu bergaul dengan teman karena masalah ekonomi keluarganya. Dengan perasaan minder anak akan mudah tersinggung, kecil hati, dan sebagainya. Akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi hasil belajar anak.
· Keharmonisan keluarga
Keluarga yang tidak harmonis akan memberi dampak negatif pada anak dalam belajar. Pertikaian atau cek-cok ayah dan ibu akan membuat anak merasa terbebani sehingga anak menjadi kurang semangat dalam belajar.
· Kondisi rumah
Kondisi rumah yang kurang memadai akan membuat anak kesukaran dalam belajar. Letak rumah juga berpengaruh pada proses belajar anak. Rumah yang terlalu dekat dengan jalan raya kurang efektif untuk belajar anak.
Teman sebaya
Teman sebaya dapat mempengaruhi proses belajar anak, baik teman sebaya dalam lingkup sekolah maupun tempat tinggal atau masyarakat. Pada usia anak-anak dan remaja, jiwa yang dimiliki masih labil, emosional, pemarah, dan juga rasa egois sangat besar. Biasanya tejadi kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya atau kawan bermain. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan atau bahkan persaingan yang menimbulkan sikap saling mengejek, mendorong, memukul bahkan kekerasan verbal.
Kekerasan sebagai gangguan emosi pada dasarnya tidak hanya menyerang orang lain, tetapi juga menyerang diri sendiri. Persoalan kekerasan dilihat dari lapangan psikologi pendidikan mencoba mengarahkan pada lingkungan sekolahtempat anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya.
Interaksi sosial yang tidak sehat antar teman sebaya di sekolah dipengaruhi faktor lingkungan dari luar yang dibawa ke sekolah oleh peserta didik yang berujung pada tindakan kekerasan. Belajar yang tidak menyenangkan juga membuat anak merasa tertekan dan bertindak nakal. Sebenarnya kekerasan yang terjadi di kalangan siswa dibentuk dari pengalaman-pengalaman lama.
Teman sebaya yang seharusnya bisa untuk memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosisal, prinsip keadilan malalui konflik yang terjadi dengan teman, bisa untuk belajar tentang konsep gender juga dapat berpengaruh negatif bagi anak. Misalnya kebiasaan-kebiasaan buruk yang dimiliki kawan sebayanya akan mudah mempengaruhi diri anak. Kebiasaan buruk yang mudah ditiru biasanya dari ucapan atau tindakan.
b. Lingkungan non-sosial
Faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah
Lingkungan alamiah
Yang dimaksud dengan lingkungan alamiah adalah kondisi yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar tidak terlalu silau, tidak terlalu gelap, dan tenang.
1. Instrumental
Instrumental dapat digolongkan dua macam:
Hardware
Yang termasuk perangkat hard ware adalah gedung sekolah, alat, fasilitas, sarana prasarana belajar, dan sebagainya.
Software
Yang termasuk perangkat software dalam pendidikan adalah kurikulum sekolah, peraturan, buku panduan, silabus, dan sebagainya.
2.5 Akibat Anak Putus Sekolah
Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran , kebut-kebutan di jalan raya , minum – minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri.
2.5.1 Peringkat Pendidikan Indonesia di Dunia dalam hal Anak Putus Sekolah
Menurut Kementerian Pendidiakn Nasional, pencanangan Program Wajib Belajar 9 Tahun telah memacu angka partisipasi kasar wajib belajar hingga 98,11% atau 12,7 juta anak. Sementara realisasi data UNICEF menyebutkan dalam 20 tahun terakhir rasio bersih anak usia sekolah di tanah air mencapai 94%. Meski demikian, di tanah air hingga kini masih sangat banyak anak-anak usia 7-15 tahun atau usia sekolah yang belum sempat mengenyam pendidikan. Hingga tahun 2009 lalu, menurut data yang diolah lembaga demografi Universitas Indonesia, jumlahnya mencapai 435.843 anak. Tingginya anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan angka putus sekolah di tanah air membuat tingkat Indonesia turun dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) dari badan dunia yang mengurusi pendidikan, UNESCO. Tahun 2011 sebanyak 527.850 anak atau 1,7% dari 31,5 juta anak sekolah dasar putus sekolah. Kondisi demikian membuat peringkat Indonesia turun ke posisi 69 dari 127 negara. Tahun lalu peringkat Indonesia ada pada posisi 65. Faktor lain adalah tingginya angka buta huruf nasional yang masih lebih tinggi dari 7% turut mempengaruhi peringkat Indonesia. Data yang diolah Lembaga Demografi UI, menunjukkan di sejumlah daerah, jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah serta angka putus sekolah tercatat masih sangat tinggi.
2.5.2 Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak dalam Penanganan Anak Putus Sekolah
Persoalan putus sekolah merupakan
tantangan bagi pekerja sosial. Data dari susenas menyebutkan ratusan ribu
pelajar terancam putus sekolah, mereka berasal dari keluarga miskin. Anak
usia sekolah dari keluarga miskin inilah yang potensial keluar dari bangku
sekolah sebelum mengantongi ijazah. Dua solusi untuk menolong anak putus
sekolah yang tidak mampu yang baik adalah: 1. Membangun sekolah rakyat yang
baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak mampu. Tidak dipungut biaya
apa pun dikarenakan ketidaksanggupan membiayainya karena kemiskinan di mana
pendirian sekolah tersebut seluruhnya ditanggung pemerintah setempat.
Pemerintah setempat memiliki kewajiban melindungi dengan sikap tegas. Sekolah
rakyat tersebut disetarakan dengan SD, SMP, SMA, dan Universitas yang
berkualitas. 2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai
pembangunan sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama
warga negara yang memiliki uang gaji berlebih seharusnya memberikan sebagian
uangnya kepada anak miskin untuk bersekolah. Tindakan yang dapat dilakukan
untuk menangani anak putus sekolah, tindakan tersebut antara lain: 1. Sekolah
Memberikan Beasiswa kepada Siswa tidak mampu sekolah haruslah memberikan
kebijakan yang adil terhadap siswa tidak mampu. Misalnya memprioritaskan
beasiswa kepada siswa yang tidak mampu. Meski biaya pendidikan telah gratis,
namun beban pendidikan tidaklah sedikit. Diharapkan beasiswa yang diberikan
dapat dipergunakan untuk melengkapi sarana belajar sehingga dapat menunjang
prestasi belajar siswa. Saat ini banyak beasiswa yang diberikan oleh pemerintah
maupun oleh pihak swasta. Oleh karena itu, pihak sekolah harus benar-benar
dapat memilah dan memilih dengan baik siapa saja siswa yang layak untuk
menerima beasiswa tersebut. 2. Melakukan Pendekatan Pribadi bagi siswa yang
terancam putus sekolah pendekatan ini lebih baik dilakukan oleh mereka yang
sangat dekat terhadap anak yang terancam putus sekolah. Misalnya dilakukan oleh
guru atau rekan sekelasnya. Pendekatan dilakukan untuk memberikan motivasi dan
pencerahan agar siswa tersebut terus melanjutkan pendidikan. Selain dari itu,
pendekatan juga diharapkan dengan memberikan solusi yang nyata bagi
permasalahan yang dihadapi.
Mendatangi orang tua sama halnya
dengan hal di atas, mendatangi orang tua dilakukan agar orang tua mengerti akan
resiko yang diambil apabila anaknya sampai putus sekolah. Diharapkan orang tua
dapat memberikan nasihat atau bimbingan kepada anaknya agar mereka terus
melanjutkan pendidikannya. 4. Bekerjasama dengan LSM banyak sekali LSM yang
peduli akan pendidikan. Mereka mempunyai links dan relasi yang cukup banyak
sehingga dapat menjadi alternative bagi masalah yang dihadapi siswa. LSM biasanya
mempunyai program-program bantuan pendidikan, baik itu berupa beasiswa,
pendampingan, penyediaan buku pelajaran, program orang tua asuh dan lain
sebagainya.
2.6 Cara
Mengatasi Hambatan Belajar
Saat timbul hambatan
dalam belajar, hambatan tersebut harus segera diatasi. Dengan diatasi hambatan
tersebut maka proses belajar dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai
hasil belajarr yang maksimal. Cara mengatasi hambatan belajar dapat di mulai
dari diri anak, keluarga, dan sekolah.
a)
Diri anak
1.
Menjaga kesehatan jasmani.
2.
Menumbuhkan rasa percaya diri.
3.
Membangun motivasi diri.
4.
Belajar berinteraksi dengan lingkungan.
5.
Belajar menjaga emosi.
6.
Menerima keadaan (ekonomi, jasmani,dll).
b) Keluarga
1.
Memberi teladan dalam sikap dan tingkah
laku kepada anak.
2.
Menjaga keharmonisan keluarga.
3.
Menyediakan waktu untuk mendampingi anak
dalam belajar
4.
Megusahakan kesehatan anak, misalnya
dengan makanan bergizi.
5.
Melatih anak dengan mengerjakan pekerjaan
rumah (menyapu, mencuci piring, dll).
6.
Meminimalkan untuk membandingkan anak
dengan anak yang lain.
7.
Mencukupi fasilitas dan saran prasarana
belajar.
8.
Mambangun dan memberi motivasi anak.
c) Sekolah
1.
Guru mangendalikan diri (emosi) saat
mengajar.
2.
Guru menjaga kedekatan dengan siswa maupun
orangtua siswa.
3.
Guru bersikap adil pada semua siswa.
4.
Guru memberikan motivasi siswa, misalnya
dengan pujian, dan sebagainya.
5.
Guru mamberikan teladan yang baik pada
siswa.
6.
Guru mengajar dengan menggunakan metode
yang menyenangkan.
7.
Guru melihat kelemahan masing-masing
siswa, misalnya ada siswa yang cacat fisik letak posisi duduk di depan.
8.
Guru mamberi tugas sesuai dengan kemampuan
siswa.
9.
Lingkungan yang nyaman untuk belajar
siswa.
10
Memberikan kelonggaran tata tertib, namun
tetap disiplin.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran
karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak
terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak
anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak Pendidikan merupakan hak yang
sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak
dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan
mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat,
pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan Akibat
yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran,
kebut-kebutan di jalan raya , minum
– minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan
minder dan rendah diri.
DAFTAR PUSTAKA
Idris, H. Zahara. 1992. Pengantar Pendidikan 1.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Koes, Partowisastro. 1982. Diagnosa dan Pemecahan
Kesulitan Belajar Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Monks, F. J, dkk. 1994. Psikologi Perkembangan
Pengantar Dalam Berbagai Bagian.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Soejanto, Stefanus
Sandjaja. 2005. Bimbingan di Sekolah Dasar: Buku Pegangan
Kuliah Mahasiswa. Semarang: Universitas katolik Soegjapranata.
Sukaji, S. 1998. Keluarga dan Keberhasilan Penelitian. Depok: Undat
Fakultas Psikologi.
Suryabrata, S. 1993. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yusuf, A. Muri. 1986. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar